Jurnal 67, Bagaimana dengan kebebasan pers di Filipina? #10DaysForASEAN


Kebebasan berekspresi dan kebebasan informasi di negara-negara anggota ASEAN tidak sama. Beberapa negara, termasuk Indonesia, bebas atau longgar dalam hal kebebasan pers dan kebebasan berekspresi bagi para blogger, yang sekarang ini menjadi salah satu alternatif dalam penyebaran informasi atau jurnalis warga. Tetapi ada juga negara yang mengekang kebebasan berekspresi warganegaranya, dan ada negara yang memenjarakan blogger jika tulisannya menentang pemerintahan negaranya. Bagaimana dengan Filipina? Apakah Filipina termasuk negara yang longgar dalam kebebasan berekspresi dan informasi bagi para warganegaranya, termasuk blogger atau jurnalis warga? Tuliskan dalam satu postingan menarik bagaimana pendapatmu tentang kebebasan berekspresi dan kebebasan informasi di Filipina.


Sumber: http://images.detik.com/customthumb/2012/05/03/1025/img_20120503152412_4fa240ac7eae7.jpg?w=600
Press Freedom Monument dibangun di Kota Cagayan de Oro, Mindanao, monumen ini dibangun untuk mengenang wartawan yang meninggal di Filipina. Di monumen ini tertulis nama 100 wartawan beserta media tempat bekerja, dan tanggal kematian wartawan tersebut. Dan di kaki monumen terdapat tulisan, "Penghormatan kepada anggota pers yang dibantai". Monumen ini menggambarkan seorang pria memapah seorang perempuan yang memegang kertas dan terluka, sementara di belakangnya berdiri seorang pria dengan buku, pulpen dan kamera. Monumen ini dimaksudkan agar rakyat Filipina lebih menghargai kebebasan pers (sumber: Detik Travel).
REPUBLIKA.CO.ID, ILIGAN, -- Kebebasan berpendapat dan kemerdekaan pers di Filipina kembali tercoreng. Seorang komentator radio ternama yang dikenal kritis terhadap dugaan korupsi dan peningkatan kejahatan di Filipina mati ditembak oleh seorang pria bersenjata. Polisi memberi keterangan insiden pembunuhan tersebut, Jumat (30/8). Fernando Solijon, penyiar dan komentator di  DXLS Love Radio dieksekusi dengan beberapa kali tembakan pada Selasa ketika ia hendak memasuki mobilnya setelah bertemu dengan rekan kerjanya di rumah seorang teman, demikian keterangan kepala polisi Kota Ligan, Crestito Rey Gonzalodo. Begitu melakukan aksinya, si pria bersenjata langsung melarikan diri dengan sepeda motor yang dikendarai oleh pria lain. Solijon, 48 tahun, meninggal saat dilarikan ke rumah sakit.
Adanya Press Freedom Monument di Filipina sungguh ironis, menunjukkan betapa banyaknya kasus pembunuhan pada wartawan di negeri ini. Bahkan beberapa hari yang lalu seorang penyiar radio yang mengkritisi tentang dugaan korupsi dan peningkatan kejahatan di Filipina tertembak mati. Dimana penghargaan terhadap pers di negara ini?? Apakah semudah itu mengakhiri nyawa seseorang?. Hidup di dunia yang aman dan jauh dari tindak kejahatan terhadap pers, membuat saya berpikir kejahatan seperti ini hanya terjadi di film-film. Membunuh seorang yang mengetahui atau memiliki bukti terhadap sebuah kejahatan. Pada tahun 2015 ketika Komunitas Ekonomi ASEAN telah dimulai, apakah kondisi Filipina masih seperti ini? Tidak ada kebebasan untuk berpendapat, berhati-hati saat berucap karena ancaman selalu ada di dekat anda.
Teori pers otoriter,diakui sebagai teori pers paling tua,berasal dari abad ke-16,berasal dari falsafah kenegaraan yang membela kekuasaan absolut.Penetapan tentang “hal-hal yang benar” dipercayakan hanya kepada segelintir “orang bijaksana” yang mampu memimpin.Kemudian lahir teori pers kedua,yaitu teori pers libertarian atau teori pers bebas.Teori ini mencapai puncaknya pada abad ke 19,manusia dipandang sebagai makhluk rasional yang dapat membedakan antara yang benar dan tidak benar.Pers harus menjadi mitra dalam upaya pencarian kebenaran.Kemudian berkembang pandangan dalam teori ini,pers perlu mengawasi pemerintah.Dari sini atribut pers sebagai the fourth estate setelah kekuasaan eksekutif,legislative dan yudikatif  menjadi umum diterima dalam  teori pers libertarian.(Sumber: Artikel Pers)
Sulit untuk menunjukkan teori pers apa yang terjadi di Filipina saat ini? Apakah pemerintah Filipina bersifat ototiter dalam mengekang pers di Filipina? Filipina dan Indonesia sama-sama negara yang baru lepas dari kekangan pers yang bersifat otoriter dimana pemerintah berusaha untuk mengatur semua yang tertulis di media massa. Dalam tulisannya Wisnu Prasetya menuliskan tentang kondisi Filipina saat ini dan saya sangat setuju bahwa hal itu lah yang terjadi di negara dengan 7000 pulau ini
Relasi antara  negara dan media masih senantiasa berada dalam tegangan. Keberhasilan atau kegagalan di era transisi akan mempengaruhi kompatibilitas sistem media dengan sistem politik.
 Press Freedom Monument yang dimaksudkan untuk menunjukkan arti kebebasan pers bagi rakyat Filipina diharapkan benar-benar menghasilkan makna tersebut di hati semua rakyat Filipina. Dan seterusnya, rakyat Filipina benar-benar bisa mendapat kebebasan pers dan hal ini akan berimplikasi positif bagi Filipina dan negara sekitarnya.
Sumber: http://img.antaranews.com/new/2013/08/ori/20130809asean-members.jpg


You May Also Like

0 Comments